Minggu, Februari 24, 2013

Rektor UNSTAR Pecat Dosen FKIP



Gara-gara Tidak Tanam Bunga, Rektor Unstar  Pecat Dosen FKIP
Sebuah lakon buruk ditunjukkan Rektor Universitas Nusa Lontar (Unstar) Jamin Habid. Gara-gara tidak tanam bunga di lingkungan kampus, Rektor Habid memecat Rudi Iskandar, salah satu dosen Unstar. Tindakan pemecatan itu dilakukan secara lisan. 

anak rote anti korupsi
Rudi Iskandar, dosen pecatan yang adalah dosen Bahasa Inggris  Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Unstar kepada TIMORense di kediamannya, Minggu (09/02/2013) mengisahkan panjang lebar perihal tindakan Rektor Habid. 

Laporan: Ido Faot

Menurut Iskandar, peristiwa itu terjadi sekira pertengahan Januari 2013. Saat itu, dirinya bersama teman-teman sesame dosen, yakni Nyoman, S.Pd,  Tarmisi, S.Ag dan Godlif Mautuka diperintahkan rektor untuk menanam bunga di lingkungan kampus. Tetapi karena ada kesibukan yang harus diselesaikan, Rudi tidak sempat mengikuti kegiatan tersebut. Kelalaiannya itu berbuntut dengan pemecatan dirinya secara tidak hormat.
Mulanya, Rudi ingin bertemu Rektor Habid untuk membicarakan usulannya untuk mengikuti test magister. Tetapi, saat itu rektornya belum ada di kantor. Untuk mengisi masa  tunggu, Rudi ngobrol dengan beberapa teman di ruang perpustakaan. Saat sedang asyik berbincang bersama rekan-rekannya,  Habid  datang ke perpustakaan lalu memerintahkan dirinya untuk ikut menanam bunga. Tetapi, karena dia memiliki agenda untuk bertemu rektor,  Rudi tetap berada di ruang perpustakaan untuk membicarakan usulan sekolah magisternya.
Pembicaraan menyinggung usulan mengikuti tes magister itulah yang menyulut amarah Rektor Habid. Dalam keadaan marah, sang rektor menyuruh Rudi berhenti menjadi dosen.
“Saat itu saya mau omong menyangkut usulan S2 saya, tapi rektor duluan marah-marah dan menyuruh saya berhenti menjadi dosen. Padahal, saat itu sedang hujan. Rektor seolah tidak tahu kalau sedang hujan. Rektor malahan suruh para dosen terus menanam bunga”,  katanya.
Rudi sendiri sudah menjadi dosen tetap di perguruan tinggi tersebut tiga tahun  dan telah memiliki Nomor Induk Dosen Nasional. Karena itu, menurut Rudi, rektor harus menerapkan aturan yang ada di dalam  Norma dan Tolak Ukur (NTU) Unstar.
Dalam NTU Unstar sudah dijelaskan dalam Pasal 32 tentang sanksi bagi tenaga akademik khususnya pada ayat (1) point 3b. Ketentuan ini mengatur beberapa tahapan sebelum seseorang dipecat atau diberhentikan, di antarnya teguran lisan dari pimpinan universitas. Jika teguran lisan itu tidak diindahkan, kepada yang bersangkutan diberikan peringatan tertulis. Jika peringatan tertulis juga tidak diindahkan, barulah diberikan sanksi berupa pemecatan.
Rudi mengaku, selama berada di Unstar belum pernah menerima surat teguran tertulis dari pihak universitas. Sehingga, dia merasa kaget ketika rektor memaksa dirinya untuk berhenti menjadi dosen. Bahkan, hingga laporan ini diturunkan belum ada surat keputusan pemecatan dari Unstar.
“Menjadi dosen tidak kasih surat tugas, apalagi yang disebut tidak bisa mengadu. Saya tidak tahu mau mengadu kemana. Pak rektor juga suruh saya mengundurkan diri kalau saya masih membangkang. Nahh, kata-kata seperti itu mestinya diucapkan pak rektor di ruang khusus sebagai pimpinan dan staf”, keluh Rudi.
Rudi juga tidak tahu  apakah Unstar sendiri melaporkan tenaga kerjanya di Dinas Tenaga Kerja (Disnaker) atau tidak. Dia berharap pihak terkait dan berkompeten yang membaca pemberitaan media tentang nasib para dosen di Unstar, bisa memperjuangkan nasib mereka. Sebab, dosen Unstar yang dipecat sepihak bukan hanya dirinya tetapi banyak dosen. Hanya para korban selama ini tidak bisa melaporkan tindakan rektor karena memang selama menjadi dosen tidak mengantongi surat tugas atau surat keputusan rektor.
“Kami ini ibarat habis manis sepah dibuang. Kalaupun dipecat tidak diberikan surat pengalaman kerja. Padahal, Pasal 29 ayat (4) butir 4.1.d menyebutkan, tatacara pemberhentian dalam jabatan akademik di Unstar diatur sesuai peraturan Yayasan Nusa Lontar dengan berpedoman pada Peraturan Dirjen Dikti yang berlaku”, kutip Rudi.
Wakil Rektor II Universitas Nusa Lontar Daniel Babu, SH, MH yang dikonfirmasi melalui telepon mengatakan tidak mengetahui peristiwa tersebut. Dia mengaku kaget jika ada dosen yang dipecat pimpinan universitas.
Daniel mengatakan,  di NTU Pasal 19 ayat (3) Butir 1 menyebutkan,  dosen yang memberikan kuliah haruslah dosen yang ditetapkan dengan surat keputusan universitas. Dalam hal penyimpangan dari ketentuan Butir  A dan B hanya dilakukan dengan surat keputusan rektor. Sedangkan yang terjadi, dosen memberikan mata kuliah tidak dibekali surat keputusan universitas.
Setahu Daniel, Rudi tidak dipecat. Hanya, selama tiga hari berturut-turut Rudi tidak masuk kerja sehingga dia suruh beberapa staf dosen untuk mendatanggi Rudi di kediamannya. Tetapi, Rudi enggan ke kampus. “Coba teman-teman wartawan tanya teman-teman dosen yang mendatangi Rudi. Yang bersangkutan malahan tidak masuk kerja”, kata Daniel.
Atas pernyataan Daniel,  Rudi menegaskan, “Pernyataan itu bohong besar dan membalikkan fakta. Sebab, benar ada dosen yang datang ke rumah, yakni Canisius Ibu, SH dan Johanis Takanjanji, SH tetapi kedatangan keduanya sebagai teman tanpa memberitahu kalau ada pesan dari rektor untuk kembali kerja”.
Kepala Bidang Hubungan Industril Disnaker Kabupaten Rote Ndao I.P. Oktovianus menjelaskan, sesuai Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1981 tentang Wajib Lapor Ketenagakerjaan di Perusahaan, pada Pasal 7 menyebutkan, setelah menyampaikan laporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6, pengusaha atau pengurus wajib melaporkan setiap tahun secara tertulis mengenai ketenagakerjaan kepada menteri atau pejabat yang ditunjuk. Yang terjadi di Kabupaten Rote Ndao justru hanya dua perusahaan yang melaporkan tenaga kerjanya yakni  Pegadaian dan Zusuki. Sedangkan usaha swasta lain tidak melaporkan tenaga kerjanya termasuk Unstar.
Dia mengatakan, Disnaker mengambil data dan keterangan jumlah tenaga kerja yang dipekerjakan di perusahaan, dengan titik berat pada lembaga swasta murni. Perusahaan berkategori kecil  mempekerjakan 10-25 tenaga kerja, sedangkan kategori sedang 20-99 dan kategori besar  mempekerjakan 100 tenaga kerja ke atas.
Dijelaskan, perusahaan yang tidak melaporkan karyawannya akan diberi sanksi administrasi dan pidana. Hanya karena keterbatasan di daerah biasanya hanya melakukan imbauan dan sosialisasi. Karena itu, karyawan yang melaporkan tindakan sewenang-wenang perusahaan, pihak Nakertrans akan turun mencari fakta dan memediasi dalam perselisihan perindustian.
Dalam kasus pemecatan dosen di Unstar, pihak Nakertrans setempat belum mendapat laporan dari dosen yang dirugikan. (*)



Tidak ada komentar: