Kalau
Figur Muslim Pimpin NTT
PEMILIHAN Kepala Daerah baik
propinsi maupun kabupaten/kota sangat diminati masyarakat. Masyarakat peminat
pada umumnya mendasarkan diri pada hak sebagai warganegara untuk berpolitik.
Hak berpolitik itu berupa hak untuk memilih dan dipilih. Tetapi, banyak syarat
yang harus dipenuhi untuk menggunakan hak politik itu.
Laporan: Cyriakus Kiik
Ilustrasi Kotak Suara |
Untuk menggunakan hak pilih,
seseorang antara lain harus berumur 17 tahun, berkewarganegaraan Indonesia,
tidak pernah dihukum karena terlibat masalah hukum, dan sejumlah syarat lainnya
yang diatur dalam undang-undang. Banyak syarat pula yang harus dipenuhi
seseorang untuk dipilih. Pada umumnya syarat-syaratnya mirip dengan
syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pemilih. Syarat tambahan lainnya
seperti umur harus 35-65 tahun.
Kadang ada syarat tambahan
tidak tertulis (di luar aturan perundang-undangan) yang dibuat-buat—kalau tidak
mau dikatakan dipaksakan--sesuai kondisi sosial kemasyarakatan daerah
bersangkutan. Hal ini pula yang terjadi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur
(NTT).
Setiap kali pemilihan
gubernur, bupati dan walikota, ada syarat tambahan tidak tertulis tadi yang
selalu diamankan dengan lebih mengemukakan faktor suku, agama dan golongan.
Kalau calon gubernur beragama Katolik maka calon wakil gubernurnya harus
beragama Protestan, atau sebaliknya. Kalau calon gubernur berasal dari Flores
maka calon wakil gubernurnya harus berasal dari Rote/Sabu, atau sebaliknya.
Alasannya sederhana: NTT lebih banyak dihuni masyarakat Kristen (Katolik dan
Protestan) dibading masyarakat beragama lain.
Dari aspek suku, ada
anggapan turun-temurun sejak Propinsi NTT terbentuk 54 tahun silam. Suku Flores
lebih banyak di NTT. Karenanya calon gubernurnya harus orang Flores. Calon
wakilnya bisa disesuaikan. Dari suku mana calon wakil gubernurnya.
Dalam hal syarat calon
beragama apa, selama 54 tahun Propinsi
NTT berdiri, belum pernah ada calon gubernur dan wakil gubernur yang beragama
Muslim. Pertanyaannya, kapan figur Muslim memimpin NTT?
“Kita harus memilih figur
terbaik dari yang terbaik”, demikian Ustadz H. Mohammad Saleh Orang saat
memulai pembicaraan dengan TIMORense, Senin (21/01/2013).
Bagi Saleh, ‘figur terbaik
dari yang terbaik’ tadi tidak
dimaksudkannya yang beragama Muslim atau Nasrani. Sebab, menjadi gubernur,
bupati dan walikota bukan soal beragama Muslim atau Nasrani. Yang penting memenuhi syarat dan profesional.
Menurut Saleh, syarat agama
bisa dipakai sebagai pertimbangan pencalonan seseorang. Tetapi, yang paling
terpenting dari semua yang terpenting, adalah menghayati persamaan, menerima perbedaan dan menghargai kebersamaan.
“Tiga hal inilah yang selalu saya sampaikan dalam forum-forum ekumenis
keagamaan maupun saat mengisi program mimbar agama di TVRI NTT setiap hari
Jumat dalam pekan dan bulan Ramadhan”, katanya.
Di sini terlihat, Saleh
memahami agama tidak secara sempit tetapi dalam ruang yang lebih luas. Artinya,
sebetulnya Saleh ingin membuka wawasan masyarakat NTT bahwa agama memang
penting tetapi persamaan, kebersamaan, perbedaan, kerukunan dan kedamaian lebih
penting dari agama itu sendiri. Apa artinya gubernur, bupati dan walikota itu
beragama Muslim atau Nasrani tetapi NTT justru kacau-balau?
“Kalau NTT butuh figur
Muslim, saat ini memang tidak ada tetapi tetap diusahakan”, tandas Saleh. Di
mata Saleh, masyarakat Muslim sebagai warga minoritas di NTT harus menghargai
dan menghormati masyarakat Kristen yang mayoritas di NTT. Hal ini dilakukan untuk menjaga kerukunan antarumat beragama yang sudah
berlangsung harmonis selama ini.
Secara ekonomi, sebetulnya
kontribusi masyarakat Muslim NTT luar biasa. Mereka menguasai pasar-pasar
perkotaan hingga pelosok perdesaan. Kalau tidak ada tempat yang memungkinkan
untuk membuka dan mengembangkan usaha, di trotoar pun mereka mau, tidak
masalah. Di tempat kumuh pun mereka hidup. Ada yang sewa halaman rumah orang.
Bahkan, beli putus pekarangan orang.
Mereka juga tidak
segan-segan kredit di bank atau berutang dari broker. Yang penting halal. Dengan cara itu,
sebetulnya masyarakat Muslim melalui Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM)
telah memajukan NTT. Tetapi, manfaat baliknya apa?
“Umat Muslim rasa aman dan
damai di tengah-tengah masyarakat Nasrani. Suasana itu yang memungkinkan
masyarakat Muslim untuk membuka dan mengembangkan usahanya. Suasana hidup ini
harus dipertahankan”, tandas Saleh.
Secara politik, banyak kesan
muncul kalau masyarakat Muslim terdiskriminasi secara sistematis. Mereka hanya
dimanfaatkan elit Nasrani. Misalnya, dalam pemilihan gubernur, bupati dan
walikota. Tetapi, figur Muslim sendiri justru terabaikan. Yang bisa menjadi
calon pemimpin dan pemimpin NTT adalah figur-figur Nasrani. Bahkan selama 54
tahun Propinsi NTT terbentuk, belum pernah ada calon gubernur, bupati atau
walikota beragama Muslim.
“Figur Muslim atau Nasrani
sama saja. Yang penting bisa mengakomodir kepentingan semua komponen masyarakat
NTT. Sebab, seseorang menjadi Gubernur NTT berarti menjadi gubernur untuk semua
masyarakat NTT yang terdiri dari semua suku, agama dan golongan, bukan menjadi
gubernur agama atau keluarga”, demikian Saleh
Harapan masyarakat Muslim
akan figur Muslim untuk memimpin NTT ke depan ibarat katak merindukan bulan.
Sebab, di kalangan masyarakat Muslim sendiri sudah terbentuk pandangan bahwa
masyarakat Muslim NTT termasuk minoritas. Sebagai minoritas, menurut Saleh,
masyarakat Muslim harus menghargai masyarakat Nasrani. Hal ini untuk menjaga kerukunan dan
kedamaian antarumat beragama.
“Daerah ini sangat aman,
aman dan aman sekali. Tidak ada diskriminasi. Tidak ada perbedaan antara umat
Muslim dan Nasrani. Bapak Manusia orang Muslim dan Nasrani adalah Nabi Adam.
Sedangkan, Nabi Ibrahim adalah Bapak Imam-nya”, demikian kolega Saleh, Da’i
sepuh NTT, H. Mohammad Ridwan Pedang (72), Senin (21/01/2013).
Menurut Ridwan, masalahnya
bukan pada soal Muslim atau Nasrani.
Tetapi, figur Muslim itu sendiri ada atau tidak. Berminat politik atau
tidak. Diterima dan dikenal masyarakat NTT atau tidak. Kalau pun ada figurnya,
dia mampu memimpin NTT atau tidak. Dia bisa menjaga keharmonisan dan kerukunan
antarumat beragama yang sudah terjalin baik selama ini atau tidak.
Yang jelas, menurut Ridwan,
saat ini figur Muslim tidak ada. “Kalau ada figur Muslim dari luar NTT yang mau
menjadi gubernur, bupati dan walikota di NTT, silahkan. Tetapi, masyarakat
Muslim NTT harus uji dia dulu. Jangan sampai kehadirannya justru hanya untuk
membuat kacau NTT”, kata Ridwan waspada.
Kerinduan masyarakat NTT
akan kehadiran figur Muslim untuk memimpin NTT sesuatu yang wajar. Sehingga,
saat ini kalau mereka belum muncul, itu hanya soal waktu. Mereka akan muncul
pada waktunya. “Pada waktunya figur Muslim akan memimpin NTT. Yang penting dia
mampu, tidak hanya mampu memimpin masyarakat tetapi juga mampu merealisasi
semua janji-janjinya saat kampanye”, tandas Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI)
Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) H. Muhammad Ali Kosah.
Dalam berbagai aksi
kampanye, misalnya, para calon pemimpin dan pemimpin NTT cenderung obral janji.
Ada kesan masyarakat NTT begitu lugu, mungkin bodoh. Padahal, sejak reformasi
dimulai 1998 dan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat, justru rakyat NTT
semakin cerdas dalam berpolitik. Setiap
janji politik selalu ditagih. Janji itu
ditagih masyarakat karena menurut pengamat politik Universitas Muhammadiyah
Kupang Dr Zainur Wula, mereka menginginkan adanya perubahan. Tidak sekedar
perubahan dalam arti pembangunan fisik tetapi terutama untuk kesejahteraan
masyarakat secara adil, merata dann proporsional.
Atas kondisi sosial
masyarakat NTT saat ini yang maih jauh dari sejahtera, adil dan merata, Zainur
bilang, figur Muslim belum saatnya bertarung. Mereka butuh waktu dan proses
yang panjang. (*)
Rame-rame Ambisi
Satu Putaran
ENAM pasangan bakal calon (balon) gubernur dan wakil
gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan
Umum (KPU) sebagai peserta pemilihan gubernur (pilgub) NTT pada 18 Maret 2013
mendatang. Keenam pasangan itu adalah
Frans Lebu Raya-Benny Litelnoni, Esthon Foenay-Paul E. Tallo, Ibrahim
Agustinus Medah-Emanuel Melkiades Lakalena, Christian Rotok-Abraham Lyanto,
Benny Kabur Harman-Willem Nope, dan Benny Bosu-Melkianus Adoe.
Oleh:
Cyriakus Kiik
Semua pasangan bakal calon ini sesumbar menyatakan
penuh semangat memenangkan Pilgub NTT melalui pemilihan satu putaran. Meskipun
pasangan seperti Benny Kabur Harman-Willem Nope dan Benny Bosu-Melkianus Adoe
tidak mau memasang target seperti pasangan lainnya.
Penari Sepuh Bergembira atas Kebangkitan Demokrasi di NTT |
Pasangan Frans Lebu Raya-Benny Litelnoni yang
bernama sandi Frenly yang diusung Partai Koalisi Kebangsaan, misalnya, memasang
target satu putaran. Cita-cita itu disampaikan Frenly berangkat dari posisi
tawar rakyat NTT yang menerima Program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM)
senilai Rp 250 juta setiap desa/kelurahan.
Partai Koalisi Kebangsaan sendiri terdiri dari PDI
Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS),
Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura).
Kelima partai ini memiliki 17 kursi di DPRD NTT.
Dalih umum tersiar. Frans yang saat ini menjabat Gubernur
NTT dan telah mengumumkan serta mendaftarkan diri di KPU Propinsi NTT sebagai
peserta Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTT periode 2013-2018 yakin memenangkan
Pilgup 18 Maret 2013. Sebab, itu tadi, melalui Program DeMAM di seluruh
kabupaten/kota di NTT, kebaikan Frans tidak bisa dilupakan begitu saja.
Untuk program ini, banyak cerita tersiar tidak
berhasil. Tetapi, masyarakat desa setempat telah jelas-jelas merasakannya.
Baik. Berhasil. Memihak rakyat. Sesuai kebutuhan rakyat. Mengatasi kesulitan
rakyat. Menjawab semua permasalahan rakyat. Desa juga terbangun. Mandiri.
Sejahtera. Hanya, indikatornya apa, hingga saat ini belum ada evaluasi
keberhasilan DeMAM. Inilah yang menjadi pertanyaan sebagian masyarakat NTT saat
ini.
Ada pula program tanam jagung yang gencar
dikampanyekan Frans selama masa kepemimpinannya. Menurut Frans, inilah jawaban
bagi para petani NTT. Sebab, realitanya, sebagian besar masyarakat NTT bermata
pencaharian bertani. Sebagai petani, produk unggulan mereka selama ini adalah
jagung.
Soal program jagung, Ketua DPRD NTT Ibrahim
Agustinus Medah yang saat ini juga menjadi salah satu bakal calon (balon)
Gubernur NTT periode 2013-2018 justru masih jauh-jauh hari mengingatkan
masyarakat NTT kalau jagung itu program lama dan program mati. Saat deklarasi
Paket TUNAS di GOR Oepoi Kupang pada Sabtu (22/12), Medah meminta semua elemen
masyarakat NTT untuk mencari program yang membuat masyarakat NTT hidup dan
berubah.
Frans tentu bukan malaikat. Bukan pula lusifer.
Sifat malaikat yang selalu diasumsikan
orang-orang percaya dengan sifat yang baik-baik saja dan sifat lusifer yang
diasumsikan dengan sifat-sifat jahat, tentu dimiliki semua manusia. Frans juga
sama. Salah satu masalah yang dianggap menjadi hambatan serius majunya Frans
adalah keretakan Paket Fren.
Hingga laporan ini diturunkan belum dipastikan, apa
masalah utama ‘perceraian’ Fren (Frans-Esthon). Siapa pula yang memulainya:
Frans atau Esthon. Sejak Nopember 2011, tersiar rumor kuat kalau yang
memulainya adalah Esthon. Rumor itu kemudian menjadi bias: Esthon bercerai
dengan Frans atas hasutan Farry Francis (anggota DPR RI dari Partai Gerindra)
dan Gabriel Bire Binna (anggota DPRD NTT dari Partai Gerindra yang juga
sekretaris Partai Gerindra NTT).
Tetapi, pernyataan Esthon yang terulang di sejumlah
kesempatan “jangan ada dusta di antara kita” kemudian ditafsirkan sebagian
masyarakat NTT sebagai sindiran buat Frans. Setidaknya, ada kesepakatan Fren
(Frans-Esthon) yang diingkari Frans. Kesepakatan Fren yang mana, itulah yang hingga saat ini masih misteri.
Ada dugaan kuat yang telah tersebar luas kalau pada
2008 lalu, Frans dan Esthon bersepakat: Frans menjadi Gubernur NTT periode
2008-2013, sedangkan Esthon menjadi
Gubernur NTT periode 2013-2018. Tetapi, Frans kemudian menempuh jalan
pintas membuat kampanye bawah tanah,
salah satunya dengan memasang baliho dan poster Fren Jilid II dimana-mana di
seluruh NTT. Cara Frans ini mendapat bahasan serius di internal Partai
Gerindra, partai yang dipimpin Esthon sendiri. Frans yang dianggap mengkhianati
Esthon ditanggapi 21 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra se-NTT.
Caranya, dengan menyepakati mencalonkan Esthon sebagai Gubernur NTT periode
2013-2018.
Untuk beberapa waktu, Esthon masih menyembunyikan
calon wakilnya. Sementara Frans dengan pasangan barunya Benny Litelnoni sudah action. Kampanye baliho dan poster gencar dilakukan.
Ketika Esthon sudah menemukan pasangannya Paul
Edmundus Tallo, sebagian masyarakat NTT juga membuat perhitungan: Esthon kalah,
Frans menang. Tetapi, Esthon bilang kepada wartawan: Pilgub NTT satu putaran
untuk Esthon-Paul.
Pasangan ini diajukan dua partai, yakni Partai
Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Damai Sejahtera (PDS). Kedua
partai ini memiliki sembilan kursi di DPRD NTT.
Untuk mewujudkan ambisi ‘satu putaran’ itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP)
Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra)
Suhadi menginstruksikan kepada para kader, simpatisan dan seluruh jajaran
partai di semua tingkatan untuk bekerja keras memenangkan pasangan Esthon-Paul.
Instruksi yang sama ditujukan kepada semua bakal calon anggota DPR RI, DPRD I dan DPRD II pada Pemilu Legislatif
2014 asal Partai Gerindra di seluruh wilayah NTT.
Sebab, menurut Suhadi, Gerindra butuh pemimpin yang
bersih, dan Esthon adalah orangnya,
orang yang bersih. Sebagai tokoh NTT yang bersih, Esthon dinilainya layak memimpin NTT. Meskipun berambisi
memenangkan Pilgub dalam satu putaran pemilihan, Esthon-Paul tidak mematok
daerah mana saja di NTT yang menjadi basisnya.
Esthon bilang, dengan mematok daerah ini basisnya
Esthon-Paul, secara tidak langsung pihaknya membuat perbedaan di kalangan
rakyat. Sebab, yang pilih dan tidak pilih Esthon-Paul adalah rakyat NTT. “Kita
menjamin hak politik rakyat NTT untuk menggunakannya secara baik pada hari “H”
Pilgub NTT 18 Maret 2013 mendatang. Kita tidak berandai-andai tetapi kita yakin
pada hari “H” nanti rakyat NTT pilih Esthon-Paul. Kalau NTT mau berubah dan
pilih pemimpin NTT yang bersih, Esthon-Paul orangnya”, tandas Esthon saat jumpa
pers di Kantor KPU NTT seusai pendaftaran pasangan Esthon-Paul, Jumat
(28/12).
Ada pula pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Emanuel
Melkiades Lakalena. Pasangan dengan nama perjuangan politik TUNAS itu diusung
Partai Golongan Karya (Golkar). Partai ini memiliki 11 kursi di DPRD NTT.
Hingga deklarasi di GOR Oepoi pada Sabtu (22/12) dan pendaftaran di KPU NTT
pada Sabtu (29/12), Paket TUNAS mengalami goncangan luar biasa. Soalnya, Medah
justru menjadi rebutan figur-figur bakal calon wakil gubernur yang bereputasi
dan berpengalamam sepadan dengan Medah.
Ada figur Prof Dr Alo Liliweri (akademisi
Universitas Nusa Cendana Kupang), Hugo Rehi Kalembu (anggota DPRD NTT dari
Partai Golkar) dan Melki Lakalena sendiri. Sesuai hasil survei Lembaga Survei
Indonesia (LSI), Hugo dinilai mengenal dan dikenal masyarakat. Dia menempati
rating teratas hasil survei dibanding figur lainnya. Atas alasan ‘rating
teratas’ itulah, Medah kemudian bersitegang dengan para kader dan pengurus
Golkar di DPP Golkar dan sebagian pengurus DPD I Golkar NTT yang menghendaki
Alo Liliweri dan Melki Lakalena.
Padahal, semua pengurus parpol dan politisi di NTT
tahu kalau Liliweri bukan anggota, kader atau pengurus Golkar. Dia akademisi
murni. Kebetulan namanya juga termasuk bakal calon wakil gubernur yang
disurvei. Beda dengan Melki yang meskipun tidak termasuk pengurus DPD I Golkar
NTT tetapi dia termasuk kader muda Partai Golkar yang selama ini menjadi staf
ahli Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Setya Novanto. Bahkan ketika sebagian
besar pengurus DPD II Partai Golkar se-NTT menolak Melki Lakalena dengan
sejumlah alasan saat rapat pembahasan penetapan bakal calon wakil gubernur
versi Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar Jakarta, di hadapan para
pengurus Partai Golkar Kabupaten/Kota se-NTT, Melky Mekeng yang adalah anggota
DPR RI dari NTT asal Partai Golkar menyatakan, “Silahkan saudara-saudara
menolak Melki Lakalena tetapi saudara-saudara perlu tahu bahwa saat ini semua
kader Partai Golkar katolik ada di belakang saya”.
Pernyataan Mekeng ini tidak mendapat protes dari seorang
pun. Akhirnya, semua pengurus Partai Golkar Kabupaten/Kota se-NTT menyatakan
menerima Melki Lakalena. Melki pun ditetapkan menjadi bakal calon wakil
gubernur NTT versi Partai Golkar berpasangan dengan Medah. Nama Melki pada
akhirnya diumumkan ke publik.
Meskipun nama Melki sudah diumumkan, Aburizal Bakrie
selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar, masih sangsi dengan kapabilitas dan
elektabilitas Melki. Ical meragukannya. Ical tidak yakin kalau figur Melki Lakalena
ikut menyumbang suara kepada Medah. Sikap Ical sampai ke sejumlah petinggi
negara di Jakarta. Di antaranya mantan Menteri Pertambangan dan Sumber Daya
Mineral (ESDM) Yusgiantoro Purnomo yang kini menjabat Menteri Pertahanan dan
Akbar Tandjung yang adalah mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar dan mantan Ketua
DPR RI.
Dalam suatu kesempatan, Akbar Tandjung menelepon
Ical untuk mengucapkan selamat kepada Partai
Golkar yang mengajukan Melki Lakalena sebagai calon wakil gubernur NTT.
Informasi yang diperoleh TIMORense dari internal
Partai Golkar Pusat menyebutkan, dalam pembicaraan Akbar dengan Ical, Akbar
mengatakan kalau dia bukan orang Golkar. Tetapi, dia sangat berterimakasih
kepada Golkar yang mengajukan Melki Lakalena sebagai calon wakil gubernur NTT.
Bahkan Akbar berjanji kepada Ical, dia akan turun berkampanye bagi Lakalena, siapa
pun pasangan calon gubernurnya.
Hal yang sama dilakukan Yusgiantoro Purnomo kepada
Ical. Kepada Ical, Purnomo mengucapkan proficiat kepada Golkar yang telah
mencalonkan Lakalena menjadi wakil gubernur NTT. Sebab, di mata Purnomo, Melki Lakalena
adalah kader Golkar yang baik. Orang muda yang sangat dikenal luas di kalangan
kelompok orang muda. Sri Sultan Hamengku Buwono X juga sama. Sama seperti
Akbar, Sultan berjanji kepada Ical, akan turun berkampanye bagi pencalonan Melki
Lakalena.
Bila ditarik ke kalangan orang muda dan pertemanan Melki Lakalena dengan kelompok
muda Indonesia, Lakalena ternyata aktivis Kelompok Cipayung dari elemen
Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Maklum, Melki Lakalena adalah mantan aktivis PMKRI
Cabang Yogyakarta. Bahkan Melki Lakalena pernah menjabat Sekretaris Jenderal
(Sekjen) PMKRI Pusat. Karena itulah,
keterikatan emosional sesama aktivis Cipayung sebetulnya yang menjadi alasan
Akbar Tandjung dan Yusgiantoro Purnomo ikut bicara ke Ical soal Melki Lakalena.
Akbar Tandjung adalah mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sedangkan
Purnomo adalah aktivis PMKRI. PMKRI, HMI, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia
(GMNI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) adalah elemen-elemen
Kelompok Cipayung yang hingga saat ini masih akur dan berjuang bersama di
berbagai lini untuk kepentingan bangsa dan negara.
Beberapa waktu sebelum penetapan, Ical bertemu Melki
Lakalena. Ical hanya bilang, “Melki, ternyata kau hebat”. Apa maksud Ical
mengatakan, “Melki, ternyata kau hebat”, Melki sendiri tidak tahu. Yang jelas, Melki
pada akhirnya ditetapkan DPP Partai Golkar menjadi balon Wakil Gubernur NTT
berpasangan dengan Medah. Deklarasi pasangan ini dilakukan 22 Desember 2012
lalu. Bahkan, telah didaftarkan di KPU NTT pada Sabtu (29/12).
Pasangan Medah-Lakalena memilih nama sandi TUNAS
yang berarti Tekad Untuk MaNdiri, Adil dan Sejahtera
sebagai komitmen perjuangan mereka untuk “Bersama Rakyat Wujudkan Perubahan
NTT”. Komitmen itulah yang mendorong keduanya mengikuti kontes politik Pilgub
NTT 2013, setelah didorong rakyat kebanyakan terus-menerus.
Sebagai figur senior, Medah termasuk sosok yang
dikenal luas masyarakat NTT. Bahkan, dia terasuk birokrat berpengalaman dalam
pemerintahan. Karir birokrasi diawali dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS)
di Rote Ndao yang pada masa itu dalam status Kabupaten Pembantu. Di daerah itu
pula Medah pernah menjadi Camat dan Camat Pembantu di beberapa tempat. Dia
kemudian menjadi Kepala Sosial Politik (Sospol) yang saat ini dikenal dengan
Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol Linmas)
Kabupaten Kupang.
Medah kemudian menjadi Ketua DPRD Kabupaten Kupang
dan Bupati Kupang dua periode. Kini, dia menjabat Ketua DPRD NTT. Prestasi luar biasa yang diukirnya dan tidak
dilupakan, bahkan tidak akan pernah dilupakan, masyarakat Kabupaten Kupang
adalah perjuangan Medah untuk pembentukan Kabupaten Rote Ndao dan Sabu Raijua.
Dia telah menanam dan pada waktunya dia menuai.
Apakah Medah berambisi menjadi Gubernur NTT? “Kami
didorong rakyat, sehingga tentu rakyat tahu siapa yang harus mereka pilih. Kami
yakin rakyat NTT pilih pasangan TUNAS”, tandas Medah, saat jumpa pers di Kantor
KPU NTT seusai pendaftaran, Sabtu (29/12/12).
Lalu, Melki Lakalena, sang balon wakil gubernur?
Melki adalah ata Ende kelahiran
Kupang 24 Desember 1974. Masa kecil dihabiskannya di Oeba, Kupang. Karena itu,
baginya, Kupang bukan lingkungan atau daerah baru. Bahkan, masa pendidikan
sekolah dasar dijalaninya di Oeba. Sedangkan sekolah menengah pertama dan atas
dijalaninya di Ndao, Ende. Inilah almamater para tokoh NTT seperti mantan Ketua
DPRD NTT Daniel Woda Palle, mantan Menteri Perhubungan RI era Presiden Soekarno, Frans Seda, mantan
Gubernur NTT Ben Mboi, dan lainnya.
Melki kemudian kuliah farmasi di Yogyakarta. “Selama
kuliah, saya keliling NTT. Tidak ada kabupaten di NTT yang saya tidak
injak”, demikian Melki memperkenalkan
diri berapi-api saat Deklarasi Pasangan TUNAS di GOR Oepoi, Kupang, Sabtu
(22/12).
Selama kuliah pula Melki aktif di PMKRI Yogyakarta.
Organisasi ektra kemahasiswaan inilah yang mengantar Melki masuk ke dunia
politik. PMKRI pulalah yang mendekatkan
Melki kepada Yusgiantoro Purnomo sebagai senior PMKRI dan Akbar Tanjung yang
adalah senior HMI. Kedua organisasi ini merupakan elemen Kelompok Cipayung bersama
GMKI dan GMNI.
Pasangan balon lainnya yang mendaftarkan diri di KPU
NTT adalah Christian Rotok-Abraham Liyanto. Pasangan ini adalah satu-satunya
pasangan yang maju melalui jalur perseorangan atau pintu independen. Mereka
tidak melalui partai politik.
Di hadapan wartawan seusai pendaftaran di KPU NTT,
Christ bilang, dukungan masyarakat NTT kepada pasangannya luar biasa. Hal ini
terbukti dari derasnya arus dukungan yang terus mengalir dari daerah-daerah.
Bahkan saat mendaftar, paket yang memiliki nama sandi Christal ini membawa
dokumen dukungan berupa kartu tanda penduduk (KTP) sebanyak 348.944 orang. Itu
artinya pasangan ini masih membutuhkan 9.000 lebih KTP untuk memenuhi syarat
sebagai peserta pilgub yang sah dari
pintu independen dengan 381.282 KTP.
Paket ini memasang target memenangkan pilgub dalam
satu putaran. Namun untuk memilih, mereka serahkan sepenuhnya kepada rakyat
NTT. Karena itu, Christal untuk mematok daerah mana saja yang menjadi basis
konstituennya. “Seluruh rakyat NTT adalah pemilih pasangan Christal”, tegas
Christ disambut tepuk tangan para pendukungnya.
Bakal calon lainnya yang mendaftarkan diri di KPU
NTT adalah pasangan Benny Kabur Harman-Willem Nope. Keduanya memilih nama
politik BKH-Nope. Tercatat, delapan
partai yang mengusung paket ini, yakni Partai Demokrat, Partai Pelopor, Partai
Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai
Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Republik Nusantara (RepublikaN), Partai
Amanat Nasional (PAN) dan Partai Pemuda Indonesia (PPI). Koalisi kedelapan partai ini mendaftarkan pasangan
ini di KPU NTT pada Senin (31/12).
Pasangan yang paling terakhir melakukan pendaftaran
bersamaan dengan berakhirnya masa pendaftaran di KPU NTT, Rabu (2/1/13) adalah
pasangan Benny Bosu-Melkianus Adoe alias Paket BBM. Pasangan ini diusung 15
partai politik yang tergabung dalam Koalisi Kebhinekaan, yakni Partai Demokrasi
Pembaruan (PDP), Partai Merdeka, Partai Sarikat Indonesia (PSI), Partai Buruh,
Partai Barisan Nasional (Barnas), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai
Patriot, Partai Indonesia Sejahtera (PIS), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai
Perjuangan Indonesia Baru (PPIB), Partai Nahlatul Umat Indonesia (PNUI), Partai
Nasional Benteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Nasional Indonesia (PNI)
Marhaenisme dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI). Setelah dilakukan perhitungan, partai-partai
non kursi di DPRD NTT itu memiliki 313.293 suara hasil Pemilihan Umum 2009. Itu
artinya paket ini memenuhi syarat sebagai peserta Pilgub NTT 2013 yang
membutuhkan 309.000 lebih dukungan
suara.
Di hadapan wartawan, Benny berjanji akan membangun
bandara internasional di NTT. Dari bandara ini, pesawat bisa membawa ikan hasil tangkapan nelayan NTT ke
negara-negara maju seperti Jepang dan Cina, dalam keadaan hidup.
Untuk membangun NTT, kata Benny, perlu dukungan
sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Karena itulah, bila Paket BBM terpilih
menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, pihaknya akan membangun kerjasama dengan
semua perguruan tinggi di NTT. Program studi fakultas ada perguruan
tinggi-perguruan tinggi itu harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat NTT.
“Perguruan tinggi jangan membuat program studi yang
out put-nya tidak dibutuhkan masyarakat NTT sendiri”, tandas Benny. Benny
mengaku diri selama ini berada di luar NTT tetapi semua permasalahan
pembangunan di NTT dia tahu.
Menurut Benny, NTT membutuhkan pemimpin yang berjiwa
wirausaha. Karena itu, sebagai wirausahawan NTT yang selama ini menetap di
Malang, apabila terpilih menjadi Gubernur NTT, Benny akan masuk keluar daerah.
Daerah akan didorongnya meningkatkan ekonomi rakyat melalui sektor-sektor usaha
produktif.
Benny sendiri tidak pasang target untuk memenangkan
Pilgub. Sebab, setelah ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur,
Paket BBM bersama partai koalisi harus meyakinkan rakyat bahwa BBM bisa membuat
perubahan di NTT. “Tidak benar saya tidak tahu perkembangan di NTT karena saya
tinggal di Malang. Saya sangat tahu tentang NTT. Saya yang akan saya lakukan,
tunggu waktunya”, tandas Benny. (*)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar