Selasa, Februari 19, 2013

Siapkah Figur Muslim Pimpin NTT



Kalau Figur Muslim Pimpin NTT

PEMILIHAN Kepala Daerah baik propinsi maupun kabupaten/kota sangat diminati masyarakat. Masyarakat peminat pada umumnya mendasarkan diri pada hak sebagai warganegara untuk berpolitik. Hak berpolitik itu berupa hak untuk memilih dan dipilih. Tetapi, banyak syarat yang harus dipenuhi untuk menggunakan hak politik itu. 


Laporan: Cyriakus Kiik

Ilustrasi Kotak Suara
Untuk menggunakan hak pilih, seseorang antara lain harus berumur 17 tahun, berkewarganegaraan Indonesia, tidak pernah dihukum karena terlibat masalah hukum, dan sejumlah syarat lainnya yang diatur dalam undang-undang. Banyak syarat pula yang harus dipenuhi seseorang untuk dipilih. Pada umumnya syarat-syaratnya mirip dengan syarat-syarat yang harus dipenuhi seorang pemilih. Syarat tambahan lainnya seperti umur harus 35-65 tahun.
Kadang ada syarat tambahan tidak tertulis (di luar aturan perundang-undangan) yang dibuat-buat—kalau tidak mau dikatakan dipaksakan--sesuai kondisi sosial kemasyarakatan daerah bersangkutan. Hal ini pula yang terjadi di wilayah Propinsi Nusa Tenggara Timur (NTT).
Setiap kali pemilihan gubernur, bupati dan walikota, ada syarat tambahan tidak tertulis tadi yang selalu diamankan dengan lebih mengemukakan faktor suku, agama dan golongan. Kalau calon gubernur beragama Katolik maka calon wakil gubernurnya harus beragama Protestan, atau sebaliknya. Kalau calon gubernur berasal dari Flores maka calon wakil gubernurnya harus berasal dari Rote/Sabu, atau sebaliknya. Alasannya sederhana: NTT lebih banyak dihuni masyarakat Kristen (Katolik dan Protestan) dibading masyarakat beragama lain.
Dari aspek suku, ada anggapan turun-temurun sejak Propinsi NTT terbentuk 54 tahun silam. Suku Flores lebih banyak di NTT. Karenanya calon gubernurnya harus orang Flores. Calon wakilnya bisa disesuaikan. Dari suku mana calon wakil gubernurnya.
Dalam hal syarat calon beragama apa, selama 54 tahun   Propinsi NTT berdiri, belum pernah ada calon gubernur dan wakil gubernur yang beragama Muslim. Pertanyaannya, kapan figur Muslim memimpin NTT?
“Kita harus memilih figur terbaik dari yang terbaik”, demikian Ustadz H. Mohammad Saleh Orang saat memulai pembicaraan dengan TIMORense, Senin (21/01/2013).
Bagi Saleh, ‘figur terbaik dari yang terbaik’  tadi tidak dimaksudkannya yang beragama Muslim atau Nasrani. Sebab, menjadi gubernur, bupati dan walikota bukan soal beragama Muslim atau Nasrani.  Yang penting memenuhi syarat dan profesional.
Menurut Saleh, syarat agama bisa dipakai sebagai pertimbangan pencalonan seseorang. Tetapi, yang paling terpenting dari semua yang terpenting, adalah menghayati persamaan,  menerima perbedaan dan menghargai kebersamaan. “Tiga hal inilah yang selalu saya sampaikan dalam forum-forum ekumenis keagamaan maupun saat mengisi program mimbar agama di TVRI NTT setiap hari Jumat dalam pekan dan bulan Ramadhan”, katanya.
Di sini terlihat, Saleh memahami agama tidak secara sempit tetapi dalam ruang yang lebih luas. Artinya, sebetulnya Saleh ingin membuka wawasan masyarakat NTT bahwa agama memang penting tetapi persamaan, kebersamaan, perbedaan, kerukunan dan kedamaian lebih penting dari agama itu sendiri. Apa artinya gubernur, bupati dan walikota itu beragama Muslim atau Nasrani tetapi NTT justru kacau-balau?
“Kalau NTT butuh figur Muslim, saat ini memang tidak ada tetapi tetap diusahakan”, tandas Saleh. Di mata Saleh, masyarakat Muslim sebagai warga minoritas di NTT harus menghargai dan menghormati masyarakat Kristen yang mayoritas di NTT.  Hal ini dilakukan untuk menjaga   kerukunan antarumat beragama yang sudah berlangsung harmonis selama ini.
Secara ekonomi, sebetulnya kontribusi masyarakat Muslim NTT luar biasa. Mereka menguasai pasar-pasar perkotaan hingga pelosok perdesaan. Kalau tidak ada tempat yang memungkinkan untuk membuka dan mengembangkan usaha, di trotoar pun mereka mau, tidak masalah. Di tempat kumuh pun mereka hidup. Ada yang sewa halaman rumah orang. Bahkan, beli putus pekarangan orang.
Mereka juga tidak segan-segan kredit di bank atau berutang dari broker.  Yang penting halal. Dengan cara itu, sebetulnya masyarakat Muslim melalui Usaha Mikro Kecil dan Menengah (UMKM) telah memajukan NTT. Tetapi, manfaat baliknya apa?
“Umat Muslim rasa aman dan damai di tengah-tengah masyarakat Nasrani. Suasana itu yang memungkinkan masyarakat Muslim untuk membuka dan mengembangkan usahanya. Suasana hidup ini harus dipertahankan”, tandas Saleh. 
Secara politik, banyak kesan muncul kalau masyarakat Muslim terdiskriminasi secara sistematis. Mereka hanya dimanfaatkan elit Nasrani. Misalnya, dalam pemilihan gubernur, bupati dan walikota. Tetapi, figur Muslim sendiri justru terabaikan. Yang bisa menjadi calon pemimpin dan pemimpin NTT adalah figur-figur Nasrani. Bahkan selama 54 tahun Propinsi NTT terbentuk, belum pernah ada calon gubernur, bupati atau walikota beragama Muslim.
“Figur Muslim atau Nasrani sama saja. Yang penting bisa mengakomodir kepentingan semua komponen masyarakat NTT. Sebab, seseorang menjadi Gubernur NTT berarti menjadi gubernur untuk semua masyarakat NTT yang terdiri dari semua suku, agama dan golongan, bukan menjadi gubernur agama atau keluarga”, demikian Saleh
Harapan masyarakat Muslim akan figur Muslim untuk memimpin NTT ke depan ibarat katak merindukan bulan. Sebab, di kalangan masyarakat Muslim sendiri sudah terbentuk pandangan bahwa masyarakat Muslim NTT termasuk minoritas. Sebagai minoritas, menurut Saleh, masyarakat Muslim harus menghargai masyarakat Nasrani.    Hal ini untuk menjaga kerukunan dan kedamaian antarumat beragama.
“Daerah ini sangat aman, aman dan aman sekali. Tidak ada diskriminasi. Tidak ada perbedaan antara umat Muslim dan Nasrani. Bapak Manusia orang Muslim dan Nasrani adalah Nabi Adam. Sedangkan, Nabi Ibrahim adalah Bapak Imam-nya”, demikian kolega Saleh, Da’i sepuh NTT, H. Mohammad Ridwan Pedang (72), Senin (21/01/2013).
Menurut Ridwan, masalahnya bukan pada soal Muslim atau Nasrani.  Tetapi, figur Muslim itu sendiri ada atau tidak. Berminat politik atau tidak. Diterima dan dikenal masyarakat NTT atau tidak. Kalau pun ada figurnya, dia mampu memimpin NTT atau tidak. Dia bisa menjaga keharmonisan dan kerukunan antarumat beragama yang sudah terjalin baik selama ini atau tidak.
Yang jelas, menurut Ridwan, saat ini figur Muslim tidak ada. “Kalau ada figur Muslim dari luar NTT yang mau menjadi gubernur, bupati dan walikota di NTT, silahkan. Tetapi, masyarakat Muslim NTT harus uji dia dulu. Jangan sampai kehadirannya justru hanya untuk membuat kacau NTT”,  kata Ridwan waspada.
Kerinduan masyarakat NTT akan kehadiran figur Muslim untuk memimpin NTT sesuatu yang wajar. Sehingga, saat ini kalau mereka belum muncul, itu hanya soal waktu. Mereka akan muncul pada waktunya. “Pada waktunya figur Muslim akan memimpin NTT. Yang penting dia mampu, tidak hanya mampu memimpin masyarakat tetapi juga mampu merealisasi semua janji-janjinya saat kampanye”, tandas Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Kabupaten Timor Tengah Utara (TTU) H. Muhammad Ali Kosah.
Dalam berbagai aksi kampanye, misalnya, para calon pemimpin dan pemimpin NTT cenderung obral janji. Ada kesan masyarakat NTT begitu lugu, mungkin bodoh. Padahal, sejak reformasi dimulai 1998 dan pemilihan umum secara langsung oleh rakyat, justru rakyat NTT semakin cerdas dalam berpolitik.  Setiap janji politik selalu ditagih.  Janji itu ditagih masyarakat karena menurut pengamat politik Universitas Muhammadiyah Kupang Dr Zainur Wula, mereka menginginkan adanya perubahan. Tidak sekedar perubahan dalam arti pembangunan fisik tetapi terutama untuk kesejahteraan masyarakat secara adil, merata dann proporsional.
Atas kondisi sosial masyarakat NTT saat ini yang maih jauh dari sejahtera, adil dan merata, Zainur bilang, figur Muslim belum saatnya bertarung. Mereka butuh waktu dan proses yang panjang. (*) 


Rame-rame Ambisi Satu Putaran

ENAM pasangan bakal calon (balon) gubernur dan wakil gubernur Nusa Tenggara Timur (NTT) sudah mendaftarkan diri di Komisi Pemilihan Umum (KPU) sebagai peserta pemilihan gubernur (pilgub) NTT pada 18 Maret 2013 mendatang. Keenam pasangan itu adalah  Frans Lebu Raya-Benny Litelnoni, Esthon Foenay-Paul E. Tallo, Ibrahim Agustinus Medah-Emanuel Melkiades Lakalena, Christian Rotok-Abraham Lyanto, Benny Kabur Harman-Willem Nope, dan Benny Bosu-Melkianus Adoe.

Oleh: Cyriakus Kiik

Semua pasangan bakal calon ini sesumbar menyatakan penuh semangat memenangkan Pilgub NTT melalui pemilihan satu putaran. Meskipun pasangan seperti Benny Kabur Harman-Willem Nope dan Benny Bosu-Melkianus Adoe tidak mau memasang target seperti pasangan lainnya.
Penari Sepuh Bergembira atas Kebangkitan Demokrasi di NTT
Pasangan Frans Lebu Raya-Benny Litelnoni yang bernama sandi Frenly yang diusung Partai Koalisi Kebangsaan, misalnya, memasang target satu putaran. Cita-cita itu disampaikan Frenly berangkat dari posisi tawar rakyat NTT yang menerima Program Desa Mandiri Anggur Merah (DeMAM) senilai Rp 250 juta setiap desa/kelurahan. 
Partai Koalisi Kebangsaan sendiri terdiri dari PDI Perjuangan, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Partai Persatuan Pembangunan (PPP) dan Partai Hati Nurani Rakyat (Hanura). Kelima partai ini memiliki 17 kursi di DPRD NTT.
Dalih umum tersiar. Frans yang saat ini menjabat Gubernur NTT dan telah mengumumkan serta mendaftarkan diri di KPU Propinsi NTT sebagai peserta Pemilihan Gubernur (Pilgub) NTT periode 2013-2018 yakin memenangkan Pilgup 18 Maret 2013. Sebab, itu tadi, melalui Program DeMAM di seluruh kabupaten/kota di NTT, kebaikan Frans tidak bisa dilupakan begitu saja.
Untuk program ini, banyak cerita tersiar tidak berhasil. Tetapi, masyarakat desa setempat telah jelas-jelas merasakannya. Baik. Berhasil. Memihak rakyat. Sesuai kebutuhan rakyat. Mengatasi kesulitan rakyat. Menjawab semua permasalahan rakyat. Desa juga terbangun. Mandiri. Sejahtera. Hanya, indikatornya apa, hingga saat ini belum ada evaluasi keberhasilan DeMAM. Inilah yang menjadi pertanyaan sebagian masyarakat NTT saat ini.
Ada pula program tanam jagung yang gencar dikampanyekan Frans selama masa kepemimpinannya. Menurut Frans, inilah jawaban bagi para petani NTT. Sebab, realitanya, sebagian besar masyarakat NTT bermata pencaharian bertani. Sebagai petani, produk unggulan mereka selama ini adalah jagung.
Soal program jagung, Ketua DPRD NTT Ibrahim Agustinus Medah yang saat ini juga menjadi salah satu bakal calon (balon) Gubernur NTT periode 2013-2018 justru masih jauh-jauh hari mengingatkan masyarakat NTT kalau jagung itu program lama dan program mati. Saat deklarasi Paket TUNAS di GOR Oepoi Kupang pada Sabtu (22/12), Medah meminta semua elemen masyarakat NTT untuk mencari program yang membuat masyarakat NTT hidup dan berubah.
Frans tentu bukan malaikat. Bukan pula lusifer. Sifat malaikat  yang selalu diasumsikan orang-orang percaya dengan sifat yang baik-baik saja dan sifat lusifer yang diasumsikan dengan sifat-sifat jahat, tentu dimiliki semua manusia. Frans juga sama. Salah satu masalah yang dianggap menjadi hambatan serius majunya Frans adalah keretakan Paket Fren.
Hingga laporan ini diturunkan belum dipastikan, apa masalah utama ‘perceraian’ Fren (Frans-Esthon). Siapa pula yang memulainya: Frans atau Esthon. Sejak Nopember 2011, tersiar rumor kuat kalau yang memulainya adalah Esthon. Rumor itu kemudian menjadi bias: Esthon bercerai dengan Frans atas hasutan Farry Francis (anggota DPR RI dari Partai Gerindra) dan Gabriel Bire Binna (anggota DPRD NTT dari Partai Gerindra yang juga sekretaris Partai Gerindra NTT).
Tetapi, pernyataan Esthon yang terulang di sejumlah kesempatan “jangan ada dusta di antara kita” kemudian ditafsirkan sebagian masyarakat NTT sebagai sindiran buat Frans. Setidaknya, ada kesepakatan Fren (Frans-Esthon) yang diingkari Frans. Kesepakatan Fren yang mana, itulah yang  hingga saat ini masih misteri.
Ada dugaan kuat yang telah tersebar luas kalau pada 2008 lalu, Frans dan Esthon bersepakat: Frans menjadi Gubernur NTT periode 2008-2013, sedangkan Esthon menjadi  Gubernur NTT periode 2013-2018. Tetapi, Frans kemudian menempuh jalan pintas membuat kampanye  bawah tanah, salah satunya dengan memasang baliho dan poster Fren Jilid II dimana-mana di seluruh NTT. Cara Frans ini mendapat bahasan serius di internal Partai Gerindra, partai yang dipimpin Esthon sendiri. Frans yang dianggap mengkhianati Esthon ditanggapi 21 Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Partai Gerindra se-NTT. Caranya, dengan menyepakati mencalonkan Esthon sebagai Gubernur NTT periode 2013-2018.
Untuk beberapa waktu, Esthon masih menyembunyikan calon wakilnya. Sementara Frans dengan pasangan barunya Benny Litelnoni sudah action. Kampanye baliho  dan poster gencar dilakukan.
Ketika Esthon sudah menemukan pasangannya Paul Edmundus Tallo, sebagian masyarakat NTT juga membuat perhitungan: Esthon kalah, Frans menang. Tetapi, Esthon bilang kepada wartawan: Pilgub NTT satu putaran untuk Esthon-Paul.
Pasangan ini diajukan dua partai, yakni Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) dan Partai Damai Sejahtera (PDS). Kedua partai ini memiliki sembilan kursi di DPRD NTT.
Untuk mewujudkan ambisi ‘satu putaran’  itu, Ketua Umum Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Gerakan Indonesia Raya  (Gerindra) Suhadi menginstruksikan kepada para kader, simpatisan dan seluruh jajaran partai di semua tingkatan untuk bekerja keras memenangkan pasangan Esthon-Paul. Instruksi yang sama ditujukan kepada semua bakal calon anggota DPR RI,  DPRD I dan DPRD II pada Pemilu Legislatif 2014 asal Partai Gerindra di seluruh wilayah NTT.
Sebab, menurut Suhadi, Gerindra butuh pemimpin yang bersih, dan Esthon  adalah orangnya, orang yang bersih. Sebagai tokoh NTT yang bersih, Esthon dinilainya  layak memimpin NTT. Meskipun berambisi memenangkan Pilgub dalam satu putaran pemilihan, Esthon-Paul tidak mematok daerah mana saja di NTT yang menjadi basisnya.
Esthon bilang, dengan mematok daerah ini basisnya Esthon-Paul, secara tidak langsung pihaknya membuat perbedaan di kalangan rakyat. Sebab, yang pilih dan tidak pilih Esthon-Paul adalah rakyat NTT. “Kita menjamin hak politik rakyat NTT untuk menggunakannya secara baik pada hari “H” Pilgub NTT 18 Maret 2013 mendatang. Kita tidak berandai-andai tetapi kita yakin pada hari “H” nanti rakyat NTT pilih Esthon-Paul. Kalau NTT mau berubah dan pilih pemimpin NTT yang bersih, Esthon-Paul orangnya”, tandas Esthon saat jumpa pers di Kantor KPU NTT seusai pendaftaran pasangan Esthon-Paul, Jumat (28/12).  
Ada pula pasangan Ibrahim Agustinus Medah-Emanuel Melkiades Lakalena. Pasangan dengan nama perjuangan politik TUNAS itu diusung Partai Golongan Karya (Golkar). Partai ini memiliki 11 kursi di DPRD NTT. Hingga deklarasi di GOR Oepoi pada Sabtu (22/12) dan pendaftaran di KPU NTT pada Sabtu (29/12), Paket TUNAS mengalami goncangan luar biasa. Soalnya, Medah justru menjadi rebutan figur-figur bakal calon wakil gubernur yang bereputasi dan berpengalamam sepadan dengan Medah.
Ada figur Prof Dr Alo Liliweri (akademisi Universitas Nusa Cendana Kupang), Hugo Rehi Kalembu (anggota DPRD NTT dari Partai Golkar) dan Melki Lakalena sendiri. Sesuai hasil survei Lembaga Survei Indonesia (LSI), Hugo dinilai mengenal dan dikenal masyarakat. Dia menempati rating teratas hasil survei dibanding figur lainnya. Atas alasan ‘rating teratas’ itulah, Medah kemudian bersitegang dengan para kader dan pengurus Golkar di DPP Golkar dan sebagian pengurus DPD I Golkar NTT yang menghendaki Alo Liliweri dan Melki Lakalena.
Padahal, semua pengurus parpol dan politisi di NTT tahu kalau Liliweri bukan anggota, kader atau pengurus Golkar. Dia akademisi murni. Kebetulan namanya juga termasuk bakal calon wakil gubernur yang disurvei. Beda dengan Melki yang meskipun tidak termasuk pengurus DPD I Golkar NTT tetapi dia termasuk kader muda Partai Golkar yang selama ini menjadi staf ahli Ketua Fraksi Partai Golkar DPR RI Setya Novanto. Bahkan ketika sebagian besar pengurus DPD II Partai Golkar se-NTT menolak Melki Lakalena dengan sejumlah alasan saat rapat pembahasan penetapan bakal calon wakil gubernur versi Partai Golkar di Kantor DPP Partai Golkar Jakarta, di hadapan para pengurus Partai Golkar Kabupaten/Kota se-NTT, Melky Mekeng yang adalah anggota DPR RI dari NTT asal Partai Golkar menyatakan, “Silahkan saudara-saudara menolak Melki Lakalena tetapi saudara-saudara perlu tahu bahwa saat ini semua kader Partai Golkar katolik ada di belakang saya”.
Pernyataan Mekeng ini tidak mendapat protes dari seorang pun. Akhirnya, semua pengurus Partai Golkar Kabupaten/Kota se-NTT menyatakan menerima Melki Lakalena. Melki pun ditetapkan menjadi bakal calon wakil gubernur NTT versi Partai Golkar berpasangan dengan Medah. Nama Melki pada akhirnya diumumkan ke publik.
Meskipun nama Melki sudah diumumkan, Aburizal Bakrie selaku Ketua Umum DPP Partai Golkar, masih sangsi dengan kapabilitas dan elektabilitas Melki. Ical meragukannya. Ical tidak yakin kalau figur Melki Lakalena ikut menyumbang suara kepada Medah. Sikap Ical sampai ke sejumlah petinggi negara di Jakarta. Di antaranya mantan Menteri Pertambangan dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yusgiantoro Purnomo yang kini menjabat Menteri Pertahanan dan Akbar Tandjung yang adalah mantan Ketua Umum DPP Partai Golkar dan mantan Ketua DPR RI.
Dalam suatu kesempatan, Akbar Tandjung menelepon Ical untuk mengucapkan selamat kepada Partai  Golkar yang mengajukan Melki Lakalena sebagai calon wakil gubernur NTT.
Informasi yang diperoleh TIMORense dari internal Partai Golkar Pusat menyebutkan, dalam pembicaraan Akbar dengan Ical, Akbar mengatakan kalau dia bukan orang Golkar. Tetapi, dia sangat berterimakasih kepada Golkar yang mengajukan Melki Lakalena sebagai calon wakil gubernur NTT. Bahkan Akbar berjanji kepada Ical, dia akan turun berkampanye bagi Lakalena, siapa pun pasangan calon gubernurnya.
Hal yang sama dilakukan Yusgiantoro Purnomo kepada Ical. Kepada Ical, Purnomo mengucapkan proficiat kepada Golkar yang telah mencalonkan Lakalena menjadi wakil gubernur NTT. Sebab, di mata Purnomo, Melki Lakalena adalah kader Golkar yang baik. Orang muda yang sangat dikenal luas di kalangan kelompok orang muda. Sri Sultan Hamengku Buwono X juga sama. Sama seperti Akbar, Sultan berjanji kepada Ical, akan turun berkampanye bagi pencalonan Melki Lakalena.
Bila ditarik ke kalangan orang muda dan  pertemanan Melki Lakalena dengan kelompok muda Indonesia, Lakalena ternyata aktivis Kelompok Cipayung dari elemen Perhimpunan Mahasiswa Katolik Republik Indonesia (PMKRI). Maklum,  Melki Lakalena adalah mantan aktivis PMKRI Cabang Yogyakarta. Bahkan Melki Lakalena pernah menjabat Sekretaris Jenderal (Sekjen) PMKRI Pusat.  Karena itulah, keterikatan emosional sesama aktivis Cipayung sebetulnya yang menjadi alasan Akbar Tandjung dan Yusgiantoro Purnomo ikut bicara ke Ical soal Melki Lakalena. Akbar Tandjung adalah mantan aktivis Himpunan Mahasiswa Islam (HMI). Sedangkan Purnomo adalah aktivis PMKRI. PMKRI, HMI, Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dan Gerakan Mahasiswa Kristen Indonesia (GMKI) adalah elemen-elemen Kelompok Cipayung yang hingga saat ini masih akur dan berjuang bersama di berbagai lini untuk kepentingan bangsa dan negara.
Beberapa waktu sebelum penetapan, Ical bertemu Melki Lakalena. Ical hanya bilang, “Melki, ternyata kau hebat”. Apa maksud Ical mengatakan, “Melki, ternyata kau hebat”, Melki sendiri tidak tahu. Yang jelas, Melki pada akhirnya ditetapkan DPP Partai Golkar menjadi balon Wakil Gubernur NTT berpasangan dengan Medah. Deklarasi pasangan ini dilakukan 22 Desember 2012 lalu. Bahkan, telah didaftarkan di KPU NTT pada Sabtu (29/12).  
Pasangan Medah-Lakalena memilih nama sandi TUNAS yang berarti Tekad Untuk MaNdiri, Adil dan Sejahtera sebagai komitmen perjuangan mereka untuk “Bersama Rakyat Wujudkan Perubahan NTT”. Komitmen itulah yang mendorong keduanya mengikuti kontes politik Pilgub NTT 2013, setelah didorong rakyat kebanyakan terus-menerus.
Sebagai figur senior, Medah termasuk sosok yang dikenal luas masyarakat NTT. Bahkan, dia terasuk birokrat berpengalaman dalam pemerintahan. Karir birokrasi diawali dengan menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Rote Ndao yang pada masa itu dalam status Kabupaten Pembantu. Di daerah itu pula Medah pernah menjadi Camat dan Camat Pembantu di beberapa tempat. Dia kemudian menjadi Kepala Sosial Politik (Sospol) yang saat ini dikenal dengan Kantor Kesatuan Bangsa Politik dan Perlindungan Masyarakat (Kesbangpol Linmas) Kabupaten Kupang.
Medah kemudian menjadi Ketua DPRD Kabupaten Kupang dan Bupati Kupang dua periode. Kini, dia menjabat Ketua DPRD NTT.  Prestasi luar biasa yang diukirnya dan tidak dilupakan, bahkan tidak akan pernah dilupakan, masyarakat Kabupaten Kupang adalah perjuangan Medah untuk pembentukan Kabupaten Rote Ndao dan Sabu Raijua. Dia telah menanam dan pada waktunya dia menuai.
Apakah Medah berambisi menjadi Gubernur NTT? “Kami didorong rakyat, sehingga tentu rakyat tahu siapa yang harus mereka pilih. Kami yakin rakyat NTT pilih pasangan TUNAS”, tandas Medah, saat jumpa pers di Kantor KPU NTT seusai pendaftaran, Sabtu (29/12/12).
Lalu, Melki Lakalena, sang balon wakil gubernur? Melki adalah ata Ende kelahiran Kupang 24 Desember 1974. Masa kecil dihabiskannya di Oeba, Kupang. Karena itu, baginya, Kupang bukan lingkungan atau daerah baru. Bahkan, masa pendidikan sekolah dasar dijalaninya di Oeba. Sedangkan sekolah menengah pertama dan atas dijalaninya di Ndao, Ende. Inilah almamater para tokoh NTT seperti mantan Ketua DPRD NTT Daniel Woda Palle, mantan Menteri Perhubungan  RI era Presiden Soekarno, Frans Seda, mantan Gubernur NTT Ben Mboi, dan lainnya.
Melki kemudian kuliah farmasi di Yogyakarta. “Selama kuliah, saya keliling NTT. Tidak ada kabupaten di NTT yang saya tidak injak”,  demikian Melki memperkenalkan diri berapi-api saat Deklarasi Pasangan TUNAS di GOR Oepoi, Kupang, Sabtu (22/12).
Selama kuliah pula Melki aktif di PMKRI Yogyakarta. Organisasi ektra kemahasiswaan inilah yang mengantar Melki masuk ke dunia politik.   PMKRI pulalah yang mendekatkan Melki kepada Yusgiantoro Purnomo sebagai senior PMKRI dan Akbar Tanjung yang adalah senior HMI. Kedua organisasi ini merupakan elemen Kelompok Cipayung bersama GMKI dan GMNI.


Pasangan balon lainnya yang mendaftarkan diri di KPU NTT adalah Christian Rotok-Abraham Liyanto. Pasangan ini adalah satu-satunya pasangan yang maju melalui jalur perseorangan atau pintu independen. Mereka tidak melalui partai politik.
Di hadapan wartawan seusai pendaftaran di KPU NTT, Christ bilang, dukungan masyarakat NTT kepada pasangannya luar biasa. Hal ini terbukti dari derasnya arus dukungan yang terus mengalir dari daerah-daerah. Bahkan saat mendaftar, paket yang memiliki nama sandi Christal ini membawa dokumen dukungan berupa kartu tanda penduduk (KTP) sebanyak 348.944 orang. Itu artinya pasangan ini masih membutuhkan 9.000 lebih KTP untuk memenuhi syarat sebagai  peserta pilgub yang sah dari pintu independen dengan 381.282 KTP.
Paket ini memasang target memenangkan pilgub dalam satu putaran. Namun untuk memilih, mereka serahkan sepenuhnya kepada rakyat NTT. Karena itu, Christal untuk mematok daerah mana saja yang menjadi basis konstituennya. “Seluruh rakyat NTT adalah pemilih pasangan Christal”, tegas Christ disambut tepuk tangan para pendukungnya.
Bakal calon lainnya yang mendaftarkan diri di KPU NTT adalah pasangan Benny Kabur Harman-Willem Nope. Keduanya memilih nama politik BKH-Nope.  Tercatat, delapan partai yang mengusung paket ini, yakni Partai Demokrat, Partai Pelopor, Partai Karya Peduli Bangsa (PKPB), Partai Penegak Demokrasi Indonesia (PPDI), Partai Demokrasi Kebangsaan (PDK), Partai Republik Nusantara (RepublikaN), Partai Amanat Nasional (PAN) dan Partai Pemuda Indonesia (PPI). Koalisi  kedelapan partai ini mendaftarkan pasangan ini di KPU NTT pada Senin (31/12).
Pasangan yang paling terakhir melakukan pendaftaran bersamaan dengan berakhirnya masa pendaftaran di KPU NTT, Rabu (2/1/13) adalah pasangan Benny Bosu-Melkianus Adoe alias Paket BBM. Pasangan ini diusung 15 partai politik yang tergabung dalam Koalisi Kebhinekaan, yakni Partai Demokrasi Pembaruan (PDP), Partai Merdeka, Partai Sarikat Indonesia (PSI), Partai Buruh, Partai Barisan Nasional (Barnas), Partai Bintang Reformasi (PBR), Partai Patriot, Partai Indonesia Sejahtera (PIS), Partai Bulan Bintang (PBB), Partai Perjuangan Indonesia Baru (PPIB), Partai Nahlatul Umat Indonesia (PNUI), Partai Nasional Benteng Kemerdekaan (PNBK), Partai Nasional Indonesia (PNI) Marhaenisme dan Partai Pengusaha dan Pekerja Indonesia (PPPI).  Setelah dilakukan perhitungan, partai-partai non kursi di DPRD NTT itu memiliki 313.293 suara hasil Pemilihan Umum 2009. Itu artinya paket ini memenuhi syarat sebagai peserta Pilgub NTT 2013 yang membutuhkan 309.000  lebih dukungan suara.
Di hadapan wartawan, Benny berjanji akan membangun bandara internasional di NTT. Dari bandara ini, pesawat bisa  membawa ikan hasil tangkapan nelayan NTT ke negara-negara maju seperti Jepang dan Cina, dalam keadaan hidup.
Untuk membangun NTT, kata Benny, perlu dukungan sumber daya manusia (SDM) yang memadai. Karena itulah, bila Paket BBM terpilih menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur, pihaknya akan membangun kerjasama dengan semua perguruan tinggi di NTT. Program studi fakultas ada perguruan tinggi-perguruan tinggi itu harus disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat NTT.
“Perguruan tinggi jangan membuat program studi yang out put-nya tidak dibutuhkan masyarakat NTT sendiri”, tandas Benny. Benny mengaku diri selama ini berada di luar NTT tetapi semua permasalahan pembangunan di NTT dia tahu.
Menurut Benny, NTT membutuhkan pemimpin yang berjiwa wirausaha. Karena itu, sebagai wirausahawan NTT yang selama ini menetap di Malang, apabila terpilih menjadi Gubernur NTT, Benny akan masuk keluar daerah. Daerah akan didorongnya meningkatkan ekonomi rakyat melalui sektor-sektor usaha produktif.  
Benny sendiri tidak pasang target untuk memenangkan Pilgub. Sebab, setelah ditetapkan sebagai calon gubernur dan wakil gubernur, Paket BBM bersama partai koalisi harus meyakinkan rakyat bahwa BBM bisa membuat perubahan di NTT. “Tidak benar saya tidak tahu perkembangan di NTT karena saya tinggal di Malang. Saya sangat tahu tentang NTT. Saya yang akan saya lakukan, tunggu waktunya”, tandas Benny. (*)

Tidak ada komentar: